Senin, 12 Juni 2023

Etnomatematika

 

Etnomatematika dalam Permainan Gobak Sodor


Sejarah Singkat Gobak Sodor

Permainan gobak sodor merupakan salah satu permainan tradisional berasal dari DI Yogyakarta yang dimainkan secara beregu. Ada dua pendapat yang melatarbelakangi permainan ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa gobak sodor berasal dari Bahasa Inggris “Go Back Trough The Door” yang berarti kembali melewati pintu, akan tetapi karena warga Indonesia kesulitan dalam pelafalan maka disebut dengan gobak sodor. Sedangkan pendapat kedua yang mengatakan permainan ini berasal dari Yogyakarta, dimana gobak sodor terdiri dari kata gobag dan sodor. Gobak sendiri memiliki arti bergerak dengan bebas, sedangkan sodor berarti tombak. Sehingga gobak sodor berarti bergerak bebas untuk menghindari sodor (pemain tengah).

Dahulu kala, para prajurit kerap kali melakukan latihan keterampilan untuk berperang dengan permainan bernama sodoran, dimana sodoran merupakan sebuah tombak tanpa mata tombak tajam diujungnya dengan panjang sekitar dua meter. Permainan ini juga tercatat dalam Baoesastra Jawa (kamus bahasa Jawa) yang ditulis oleh WJS. Poerwadarminto dan diterbitkan oleh JB Wolters Uitgevers Maatschappij NV Groningen, Batavia, 1939 silam. Nama gobak sodor sendiri dikenal beragam setiap daerahnya. Di Jawa, mayoritas menyebutnya dengan gobak sodor. Namun di Jakarta permainan ini disebut dengan galah asin (galasin), di Riau disebut galah panjang, di Kepulauan Natuna disebut dengan galah, dan lain sebagainya.

 

Etnomatematika dalam Gobak Sodor

Gobak sodor merupakan sebuah permainan tradisional yang dimainkan beregu dalam sebuah arena yang berbentuk persegi panjang yang merupakan sebuah bangun datar yang kemudian dibatasi oleh garis. Permainan ini terdiri dari dua tim, yaitu tim penjaga dan penyerang. Untuk membagi pemain sama adil, digunakan perhitungan di dalamnya. Dari yang disebutkan tadi merupakan unsur matematika yang terkandung dalam etnomatematika, untuk lebih lanjutnya sebagai berikut:

A.      Arena permainan gobak sodor

Arena bermain gobak sodor ini dapat diibaratkan seperti lapangan bulu tangkis karena adanya garis-garis yang membagi arena menjadi enam bagian lebih kecil dengan ukuran yang sama. Ini berkaitan dengan bentuk bangun datar persegi panjang. Kemudian, untuk pembagian arena menjadi bagian yang lebih kecil sama rata diperlukan pula perhitungan menggunakan operasi pembagian untuk masing-masing sisi arena bermain (panjang dan lebar). Hasil dari petakan tersebut akan memiliki unsur pencerminan (refleksi) dikarenakan keseluruhan arena bermain memiliki bentuk yang simetris atau membagi dua bagian sama besar. Dari pencerminan ini juga dapat dikaitkan kepada kekongruenan bentuk tiap-tiap petak. Hubungan antar garis juga terkandung dalam arena bermain gobak sodor, hal ini dapat dilihat dari setiap garis yang terbentuk pada arena bermain, terdapat hubungan garis-garis yang sejajar, berpotongan, dan tegak lurus.

B.      Jumlah pemain dan pembagian tugas

Jumlah pemain dalam permainan gobak sodor biasanya terdiri dari kurang lebih 8 orang yangn nantinya akan terbagi menjadi dua tim. Untuk menentukan timnya, dibutuhkan perhitungan dengan operasi pembagian dan pengurangan yang biasanya diwujudkan dalam bentuk hompimpa.


Filsafat Sejarah Matematika


Asal-usul Nilai Phi dari Sejarah China Kuno




Ketika mendengar “Phi” dalam matematika, pasti akan merujuk kepada materi lingkaran yang sudah dikenalkan sejak tingkat Sekolah Dasar (SD). Dalam lingkaran, phi dikenal sebagai sebuah konstanta untuk mencari rumus dari bangun datar lingkaran. Sampai saat ini, phi belum memiliki nilai pastinya, melainkan hanya nilai pendekatan phi yang diketahui ialah 3,14 atau 22/7.

Kemudian perrhitungan juga dilakukan oleh Tsu Ch’ung-Chih, ialah matematikawan dan seorang astromoni asal china yang berkembang pada abad ke-5. Beliau memberikan kontribusi yang besar untuk perhitungan kalender dan terkenal akan keberhasilannya dalam penentuan nilai phi. Tsu Ch’ung-Chih menyebutkan bahwa nilai phi > 3,1415926.

Namun sebenarnya nilai phi dapat juga dicari melalui perbandingan antara keliling lingkaran dengan diameternya sesuai dengan William Jones tahun 1706 “Nilai Phi adalah panjang keliling dari sebuah lingkaran yang diameternya satu satuan.”

Perhitungan mengenai nilai phi diawali oleh perhitungan dari Archimedes. Setelah itu, banyak matematikawan lain yang berfokus kepada cara menghitung pendekatan nilai phi, seperti matematikawan asal China, yaitu Zhang Heng memiliki perumusan untuk phi untuk menentukan volume bola.


Setelah itu, Zu  Chongzhi mulai menghitung nilai phi pada tahun 464 M, ketika ia berumur 35 tahun. Sebelum Zu Chongzhi, ahli matematika Tiongkok, Liu Hui sempat mengajukan cara ilmiah untuk menghitung phi yaitu dengan panjang keliling regular poligon dalam lingkaran untuk mendekati keliling lingkaran yang asli. Dengan cara itu, Liu Hui berhasil menghitung phi sampai empat angka di belakang koma yakni 3,14159. Sedangkan melalui perhitungan Zu Chongzhi, nilai phi telah diperhitungkan sampai dengan tujuh angka di belakang koma yaitu 3,1415925 dengan 3,1415927.

Dan kemudian, seiring berjalannya waktu, nilai phi terus mengalami pembaharuan. Maka dari itu, phi disebut juga sebagai bialngan irasional. Akan tetapi, untuk memudahkan peserta didik dalam menggunakan rumus dasar lingkaran, nilai phi hanya digunakan hingga dua digit di belakang koma atau dalam bentuk 22/7. Phi juga biasa diartikan sebagai satu putaran penuh lingkaran. Jadi, 1 radian = 360 derajat = 22/7, yang mana hanya merupakan pendekatan nilai phi. Nilai phi yang sebenarnya ialah 3,141592654589793238464338327.

Jadi, nilai phi ini merupakan rasio antara keliling lingkaran dengan diameternya. Jika dituliskan dalam perumusan matematika, maka:

Phi = K/d

Psikologi Belajar Matematika

 

Kesulitan Belajar Matematika

Kesulitan belajar ialah suatu bentuk hambatan yang dapat memengaruhi hasil belajar anak. Hal ini dapat diamati melalui perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku, kebiasaan, serta aspek lain ketika anak berinteraksi dengan lingkungan.

Terdapat 5 jenis kesulitan dalam belajar, di antaranya:

  1. Gangguan perkembangan motorik dan perseptual
  2. Kesulitan belajar kognitif
  3. Kesulitan belajar bahasa
  4. Kesulitan belajar menulis
  5. Kesulitan belajar matematika
Menurut Mulyadi (2010) gejala anak yang mengalami kesulitan dalam belajar dapat diamati melalui tingkah lakunya, seperti:

  1. Hasil belajar rendah di bawah rata-rata nilai.
  2. Hasil tidak seimbang dengan usaha anak.
  3. Lambat dalam melakukan tugas belajar.
  4. Menunjukan sikap, tingkah laku, dan gejala emosional yang kurang wajar.
Sedangkan dalam belajar matematika, gejala kesulitan yang sering dijumpai pada anak ialah:
  1. Kurang pemahaman konsep.
  2. Belum bisa menemukan apa yang menjadi permasalahan dalam soal.
  3. Lemah dalam menghitung angka yang besar/sulit.
  4. Tidak dapat menjelaskan kembali mengenai materi yang telah dipelajari.
  5. Hanya mengetahui rumus tetapi tidak dapat mengaplikasikan ke soal.
  6. Kesulitan dalam menjawab soal bervariasi dalam konsep yang sama.
  7. Kurang pemahaman dalam kosakata matematika.
Adapun faktor kesulitan dalam belajar matematika dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas faktor kejiwaan dan kejasmanian, sedangkan aktor eksternal terdisi atas faktor instrumental dan lingkungan.

Faktor kejiwaan:

  1. Kecerdasan. 
  2. Minat terhadap mata pelajaran kurang. 
  3. Motivasi belajar rendah. 
  4. Rasa percaya diri dan disiplin pribadi kurang.

Faktor kejasmanian:

  1. Keadaan fisik lemah.
  2. Memiliki penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan. 
  3. Gangguan fungsi indera penglihatan dan pendengaran. 
  4. Kelelahan.

Faktor instrumental:

  1. Kecerdasan. 
  2. Minat terhadap mata pelajaran kurang. 
  3. Motivasi belajar rendah. 
  4. Rasa percaya diri dan disiplin pribadi kurang.

Faktor lingkungan:

  1. Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga. 
  2. Lingkungan sosial sekolah tidak kondusif. 
  3. Teman bergaul yang tidak baik. 
  4. Pengaruh media massa.
Sebagai pendidik yang mana berperan sebagai orang tua kedua anak, maka pendidik juga perlu untuk memperhatikan setiap perkembangan anak guna menunjang keberhasilan pendidikan mereka. Mendiagosa kesulitan anak dalam belajar matematika dapat dilakukan dengan cara berikut:

  1. Melakukan observasi kelas.
  2. Memeriksa penglihatan atau pendengaran anak.
  3. Wawancara orang tua anak.
  4. Memberi tes diagnostik pada bidang kecapakan tertentu.
  5. Mengadakan tes kemampuan intelegensi (IQ).
Kemudian, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar dalam matematika ialah sebagai berikut.

Bagi orang tua:

  1. Bantuan dokter.
  2. Bantuan psikolog.
  3. Bantuan psikiater.
  4. Bantuan sosilog.
  5. Komunikasi dengan pendidik anak.
  6. Orang tua mengetahui kebiasaan anak.
Bagi pendidik:

  1. Memastikan kejelasan materi/konsep. 
  2. Mengajar mengikuti kemampuan kelas. 
  3. Memberi soal dengan tingkat kesulitan bertahap. 
  4. Memperhatikan setiap peserta didik. 
  5. Menyesuaikan pembelajaran dengan kurikulum. 
  6. Menciptakan suasana belajar nyaman.

Psikologi Belajar Matematika

 

Perbedaan Gender Dalam Matematika



Apa itu gender?

Berbeda dengan jenis kelamin yang identik dengan perbedaan bentuk fisik, gender lebih mengarah kepada karakteristik manusia. Dikutip dari situs World Health Organization, gender mengacu kepada karakteristik antara perempuan dan laki-laki secara sosial maupun kultural. Gender bersifat tidak kodrati dan dapat berubah tergantung waktu, budaya, dan lingkungan.

Indonesia mengakui adanya dua jenis gender, yakni peremuan dan laki-laki. Dalam perkembangannya terjadi proses yang sangat panjang sehingga sering kali menghasilkan ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh berbagai faktor. Perbedaan gender juga terlihat dalam konteks pendidikan. Perbedaan gender dapat mempengaruhi perbedaan psikologis dalam belajar, terutama dalam partisipasi serta prestasi belajar antara perempuan dan laki-laki.


Seperti apa perbedaan gender dalam matematika?

Matematika merupakan pelajaran yang sangat penting dan diwajibkan ada di sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Namun, masih banyak yang memiliki kesan negatif terhadap matematika. Dalam belajar matematika, ada banyak faktor yang perlu diperhatikan salah satunya adalah gender. Perbedaan gender tentu menyebabkan banyak perbedaan ketika belajar matematika.

Nafian Kurtetsky mengemukakan perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam belajar matematika: 

  1. Laki-laki pandai bernalar dan perempuan pandai dalam ketepatan, ketelitian, dan pemikiran yang matang.
  2. Laki-laki memiliki keterampilan matematika dan mekanik yang lebih baik dari pada perempuan. 
Pendapat ini menunjukkan bahwa laki-laki dapat lebih baik dalam matematika, sedangkan perempuan lebih baik dalam aspek efektif (kerja keras, teliti, dan hati-hati).

Sementara McCovey dan Jacklin berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan yang berbeda seperti: 

  1. Perempuan memiliki kemampuan bahasa yang lebih tinggi dari laki-laki. 
  2. Laki-laki lebih unggul dari perempuan dalam kemampuan visual spasial. 
  3. Laki-laki memiliki kemampuan matematika yang sangat baik.

Berdasar kedua pendapat tersebut, terdapat pula berbagai pendapat dan penelitian lain mengenai aspek gender dalam pembelajaran matematika. Studi psikologi menunjukkan bahwa peserta didik memiliki perbedaan gender dalam keterampilan bermatematika. Perbedannya terletak pada cara bagaimana perempuan dan laki-laki menyelesaikan masalah. Jadi, terdapat perbedaan pandangan mengenai ini yang disebabkan oleh beberapa faktor.


Apa saja faktor yang mempengaruhi perbedaan gender dalam matematika?

  1. Steorotip gender
    Steorotip yang ada dalam masyarakat mengenai kemampuan matematika antara perempuan dan laki-laki dapat mempengaruhi persepsi dan eskpetasi mereka. Misalnya terdapat steorotip yang menyatakan bahwa laki-laki lebih baik dalam matematika dari perempuan, maka hal tersebut dapat menyebabkan perempuan kurang percaya diri dan kurang termotivasi dalam belajar matematika.  
  2. Persepsi diri dan epercayaan diri
    Kepercayaan diri individu terhadap kemampuan matematika mereka juga dapat mempengaruhi hasil akademik. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki diri yang lebih rendah dalam matematika dibandingkan laki-laki. Persepsi diri yang rendah ini dapat mempengaruhi motivasi mereka untuk belajar matematika secara aktif.
  3. Lingkungan belajar
    Lingkungan belajar yang tidak inklusif dapat mempengaruhi partisipasi dan keterlibatan gender dalam matematika. Faktor seperti perbedaan perlakuan, steorotip gender yang ada di kelas, dan kurangnya peran model perempuan yang sukses dalam matematika dapat menciptakan rasa tidak nyaman atau merasa tidak diterima bagi peserta didik perempuan.
  4. Pendekatan belajar
    Pendekatan pengajaran yang diadopsi oleh pendidik dapat mempengaruhi partisipasi dan pencapaian gender dalam matematika. Misalnya, jika pengajaran lebih didominasi oleh pendekatan kompetitif yang mendorong persaingan antara peserta didik, hal ini mungkin lebih menguntungkan laki-laki yang cenderung lebih tertarik pada kompetisi.
  5. Minat dan pilihan karir
    Perbedaan minat dan pilihan karir antara perempuan dan laki-laki juga dapat mempengaruhi partisipasi dan pencapaian dalam matematika. Beberapa bidang yang banyak melibatkan matematika, seperti ilmu teknik dan ilmu komputer, masih didominasi oleh laki-laki. Faktor-faktor sosial dan budaya dapat mempengaruhi minat dan pilihan karir individu.

Kemampuan matematika antara perempuan dan laki-laki bukanlah sebuah takdir yang tidak dapat diubah. Karena pada hakikatnya, gender bukan termasuk perbedaan biologis yang melekat pada individu. Dengan demikian, perbedaan kemampuan matematika berdasar gender dapat diubah dipengaruhi oleh sikap, perilaku, dan tidakan sosial yang berlaku di sekitarnya.


Mengatasi perbedaan gender dalam matematika

  1. Kesadaran dan pendidikan
    Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang perbedaan gender dalam matematika dan menghilangkan steorotip yang mengaitkan kemampuan matematika dengan gender agar dapat membantu mengatasi persepsi negatif dan memotivasi semua peserta didik untuk belajar matematika tanpa memandang gender.
  2. Lingkungan belajar yang inklusif
    Menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendorong partisipasi semua peserta didik tanpa memandang gender sangatlah penting. Pendidik dan lembaga pendidikan dapat memastikan bahwa suasana belajar dapat menghargai dan mendukung semua peserta didik dengan memberikan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkontribusi.
  3. Peningkatan peran model perempuan
    Melibatkan tokoh perempuan yang sukses dalam matematika sebagai peran model dapat menginspirasi dan memotivasi peserta didik perempuan untuk mengejar mata pelajaran tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui pelibatan perempuan dalam ceramah tamu atau mentoring peserta didik perempuan.
  4. Pendidikan guru
    Penting bagi pendidik untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai perbedaan gender dalam matematika dan cara mengatasi perbedaan tersebut. Pendidik dapat dilatih untuk mengenali steorotip gender. memberi umpan yang baik dan setara kepada semua peserta didik, dan menggunakan metode pembelajaran inklusif untuk mendorong partisipasi peserta didik.
  5. Peningkatan kepercayan diri
    Penting untuk memberi dukungan dan pembinaan khusus untuk meningkatkan kepercayaan diri perempuan dalam kemampuan matematika mereka. Ini dapat melibatkan memberikan umpan balik positif, memberikan tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan menciptakan lingkungan di mana kesalahan dianggap sebagai bagian dari proses belajar.
  6. Menghapus bias dalam pembelajaran
    Mengidentifikasi dan menghapus bias gender dalam materi pengajaran matematika adalah langkah penting. Materi pengajaran harus mencakup contoh dan konteks yang relevan bagi semua peserta didik, dan tidak memperkuat stereotip atau preferensi gender tertentu.
  7. Program dan inisiatif khusus
    Implementasi program dan inisiatif khusus yang mendukung partisipasi dan prestasi perempuan dalam matematika dapat membantu mengatasi perbedaan gender. Ini dapat termasuk mentoring khusus, klub matematika, atau program dukungan yang dirancang khusus untuk peserta didik perempuan.


Salah satu temuan terkini (Mullis, 2004), baik studi nasional maupun internasional, menunjukkan bahwa perbedaan gender dalam matematika mengalami penurunan, tahun demi tahun. Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa anak perempuan secara konsisten memperoleh prestasi yang lebih baik daripada anak laki-laki di kelas. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan cara belajar mereka.

Orhun (2007) menemukan bahwa perempuan lebih menyukai gaya belajar konvergen. Kemampuan belajar yang dominan menggunakan konseptualisasi abstrak dan melakukan eksperimentasi secara aktif. Sedangkan laki-laki kebanyakan lebih suka gaya belajar assimilator. Kemampuan belajar yang dominan menggunakan konseptualisasi abstrak dan observasi refleksi. Mereka belajar dengan melihat dan berpikir.

Adapun faktor yang menyebabkan perempuan dapat lebih berprestasi yaitu:

  1. Kecerdasan.
  2. Minat dan bakat.
  3. Motivasi yang kuat.
  4. Pengalaman-pengalaman.
  5. Pengaruh keluarga yang mendukung.
  6. Lingkungan yang baik.

Implementasi Nilai-Nilai Islam dalam Lingkungan Sekolah

  Implementasi Nilai-Nilai Islam dalam Lingkungan Sekolah   Deta Zahra Fauziah | 2201105008 Islam Disiplin Ilmu | 6B Dosen Pengampu: ...